Rabu, 24 Oktober 2012

Seminar Nasional Bahasa & Sastra Berkarakter Lokal Bertindak Global

Pembicaraan kekinian bahasa tidak terlepas dari peran bahasa itu dalam perjalanan masa lalu sampai kini. Bahasa memainkan peran dalam konsolidasi organisasi - Terutama sejak kebangkitan kebangsaan 1908 (Boedi Utoemo) dan memainkan peran dalam pencerdasan kehidupan masyarakat. Bahasa Indonesia bukan sekedar sarana/ alat berkomunikasi, namun mampu menjadi media ekspresi. Bahasa Indonesia sebagai media ekspresi terbukti jelas pada tercetusnya Sumpah pemuda (1928), dan Proklamasi kemerdekaan (1945). Terkait dengan peran kebahasaan tersebut, Balai Bahasa Medan mengadakan Seminar Nasional Kebahasaan & Kesasteraan, Senin (22/10) di Santika Premiere Dyandra Hotel, Jalan Kapten Maulana Lubis, Medan. Seminar bertema “Bahasa dan Sastra Berkarakter Lokal Bertindak Global” menghadirkan 4 pembicara: Dendy Sugondo (Peneliti Badan Bahasa Depdikbud RI), Prof Amrin saragih (Unimed), Prof Robert Sibarani (Guru Besar USU ), dan Prof Ikhwanuddin Nasution (USU). Bertindak sebagai pemandu seminar T Syarfina M. Hum dan Rosliani M. Hum. Kepala Balai Bahasa medan T Syarfina M. Hum dalam sambutannya menyatakan, seminar yang diselenggarakan merupakan kegiatan Ilmiah tahunan dalam rangka Bulan Bahasa dan Sastra. Seminar ini diharapkan mampu merumuskan persoalan bahasa Indonesia di tengah arus global. Di samping itu, kita tidak melupakan karya-karya sastra kita yang merupakan khazanah kekayaan budaya kita. Dendy Sugono menyatakan Budaya asing (termasuk bahasa asing) telah sedemikian jauh merambah ranah kita. Tatanan baru kehidupan dunia dan perkembangan ilmu pengetahuan teknologi informasi dalam era globalisasi, telah menempatkan bahasa asing pada posisi strategis. Bahasa asing merambah memasuki sendi kehidupan bangsa dan mempengaruhi perkembangan bahasa Indonesia. Hal ini membawa perubahan gaya hidup dan prilaku masyarakat dalam berbahasa. Dalam dunia pendidikan, penggunaan bahasa asing sebagai bahasa pengantar pendidikan mulai meresahkan masyarakat. Sejumlah sekolah bertaraf internasional (SBI) dan rintisan sekolah bertaraf internasional (RSBI) menempatkan bahasa asing sebagai bahasa pengantar. Hal ini jelas-jelas bertentangan dengan Pasal 36 UUD 1945 yang menyatakan bahasa resmi Negara ialah bahasa Indonesia. Pasal 33 UU No. 20 Tahun 2003 juga secara jelas menyatakan bahwa bahasa pengantar pendidikan nasional ialah bahasa Indonesia. Amrin Saragih berpendapat, bahasa memegang peran utama dalam membentuk jati diri dan karakter bangsa. Jati diri yang didayagunakan secara operasional dalam menyelesaikan masalah yang dihadapi, merupakan karakter bangsa. Kemajuan suatu bangsa bersumber pada jati diri bangsa dan kemampuannya mendayagunakan karakter yang terealisasi oleh dan menyatu dengan bahasa. Prof Robert Sibarani berpendapat bahwa tradisi lisan adalah kegiatan budaya tradisional yang diwariskan secara turun-temurun. Pengumpulan informasi tentang kelisanan sangat penting. Bersastra lisan adalah bagian dari tradisi yang berkembang di tengah masyarakat yang menggunakan bahasa lokal sebagai media utamanya. Dengan demikian pemahaman terhadap kearifan lokal sebagai nilai-nilai budaya luhur bangsa kita dapat dimamfaatkan sebagai pembentukan karakter bangsa Masyarakat tidak bisa mengelak dari era globalisasi. Namun, gejala globalisasi di segala bidang harusnya disikapi dengan arif bijaksana. Globalisasi itu sendiri sangat diperlukan dan dimamfaatkan untuk kemajuan. Akan tetapi jangan terbuai dengan hal-hal negative dari globalisasi tersebut. Oleh karenanya nilai-nilai budaya dan kearifan lokal harus dijaga, dan direvitalisasi menjadi bagian karakter bangsa. Dengan kata lain, karakter lokal itu dapat dipergunakan untuk bertindak dalam era globalisasi. Menurut Ikhwanuddin Nasution, budaya lokal belum membumi Untuk itu Ikhwanuddin Nasution berharap para sastrawan khususnya di Sumatera Utara menggali nilai-nilai budaya lokal dalam berkarya. MYR

Tidak ada komentar: