jelang hajatan awan menebal menggumpal
mendung menggelayut menyaput cerah
tuan rumah henyak murung dibalut resah
bawang cabai ditusuki lidi di pojokan halaman
jadi tangkal supaya jangan turun hujan
sang pawang membentang selendang
menaruh tujuh rupa kembang dan ayam panggang
tiga kepal nasi lengkapi sesaji
selepas semedi pawang berdiri menari
mulut komat kamit memandangi langit
mempermain keris ingin menangkis gerimis
tubuh bergetar saat mantranya terdengar
“hoi penunggu penjuru alam
yang semayam di arakan awan
yang terpejam di dingin angin
yang mendekam di hati bumi
yang membenam di perut laut
hari ini kami hajatan
jangan, jangan biarkan diguyur hujan
nah… nah… puih!
nah… nah… puih!
hoi penjaga segala mayapada
penjaga pintu jendela segala cuaca
tutupi segala pintu segala jendela hujanmu
hujan di hari ini
jangan, jangan biarkan di sini
nah…nah…puih!
nah…nah…puih!”
saat hajatan digelar kilat sambar menyambar
petir menggelegar hingar
tuan rumah terhentak, sang pawang terpacak
hujan turun kian tak tertahan
bocah bocah telanjang dada main kejaran bermandikan hujan
“kuluk kuluk hujan turun
kuluk kuluk hujan deras
kuluk kuluk hujan turun
kuluk kuluk hujan deras
Horre…horre…horre!”
Tidak ada komentar:
Posting Komentar